Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘hukum persaingan usaha’


Persekongkolan

Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint ofbusiness), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian persekongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol. Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.

Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 . Dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain di sini tidak terbatas hanya pernerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyarakan bahwa tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.
(lebih…)

Read Full Post »


Dumping

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiaran dumping. Larangan praktik dumping ini diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyikirkan atau mernatikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 tersebut, pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan cara menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah (dumping) dari harga produksi barang, jasa, atau barang dan jasa yang sejenis dengan maksud untuk menyikirkan atau mematikan usaha pelaku usaha pesaingnya di pasar yang sama; kegiatan tersebut dengan sendirinya dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/arau persaingan usaha tidak sehat.
(lebih…)

Read Full Post »


 Manipulasi Biaya

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 me1arang pe1aku usaha untuk me1akukan kecurangan dalam rnenetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan/arau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dari ketentuan Pasal 21 ini, pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan memanipulasi biaya produksi dan biaya lain yang nantinya akan diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga barang, jasa, atau barang dan jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen, sehingga dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha yang tidak sehat atau merugikan masyarakat. Penjelasan Pasa121 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa indikasi biaya yang dimanipulasi terlihat dari harga yang lebih rendah dari harga seharusnya. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya ini bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tetapi juga melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku lainnya.
(lebih…)

Read Full Post »


Penguasaan Pasar

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiatan penguasaan pasar oleh pelaku usaha, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain. Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 rnerumuskan pengertian pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan/atau jasa.

Dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan: Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiaran, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yaitu

  1. menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk rnelakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
  2. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau
  3. membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkuran; atau melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
  4. (lebih…)

Read Full Post »


Monopoli

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengertian “rnonopoli” dibedakan dari pengertian “praktik rnonopoli”. Pengertian praktik monopoli dikemukakan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleb satu atau lebih pelaku usaba yang mengakibatkan dikuasainya produksi danl atau pemasaran atas barang danlatau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sernenrara itu pengertian monopoli dikemukakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu penguasaan atas produksi dan / atau pemasaran barang danlatau jasa tertentu oleb satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Dengan demikian, monopoli adalah situasi pasar di mana hanya ada satu pelaku usaha atau satu ke1ompok pelaku usaha yang “rnenguasai” suatu produksi dan/ atau pemasaran barang dan/arau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada banyak konsumen, yang mengakibatkan pe1aku usaha atau ke1ompok pelaku usaha tadi dapat mengontrol dan mengendalikan tingkar produksi, harga, dan sekaligus wilayah pemasarannya.
(lebih…)

Read Full Post »