Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘B. perdata’ Category


PERBEDAAN Sosiologi DAN ANTROPOLOGI

Perbedaan antara Studi Antropologi dengan Studi Sosiologi

1. Antropologi

Antropologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang kehidupan manusia baik dari segi fisik, sosial dan budayanya.  Sebagai salah satu cabang ilmu antropologi juga sebuah studi yang mempelajari tentang budaya yang ada pada kalangan masyarakat dalam suatu etnis tertentu. Tentunya antropologi lebih juga menitikberatkan pada personal dan penduduk yang merupakan masyarakat tunggal. tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama. Pada studi Antropologi juga berpusat pada kajian obyek studinya terhadap manusia. Berbeda dengan studi sosiologi yang memusatkan kajian obyek studinya terhadap masyarakat.
(lebih…)

Read Full Post »


by Rahmat illahi besri

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Gempa yang sering mendera Kota Padang secara khusus dan Sumatera Barat secara umum adalah referensi terbaik untuk dijadikan sebagai acuan untuk penataan Kota Padang yang lebih baik. Pengambil kebijakan Kota Padang hendaknya bisa melakukan penataan ruang yang berbasiskan kearifan lokal pasca gempa 30 September tahun kemaren. Kearifan lokal disini adalah penyusunan tata ruang kota yang berpihak pada masyarakat dengan memperhatikan lingkungan sekitar. Dalam hal ini, aspek kepentingan masyarakat kota tetap menjadi pertimbangan utama, sebagaimana tertuang dalam UU 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kota.

Perencanaan tata ruang kota bukan hanya dalam wujud fisik, tapi juga menyangkut banyak aspek, seperti aspek sosial-budaya, aspek politik dan aspek lingkungan. Rencana pemindahan pusat pemerintahan Kota Padang ke daerah Aie Pacah atau ke wilayah Kuranji perlu dikaji ulang agar tidak tidak menimbulkan kerugian pada aspek tersebut. Jika eksodus pusat pemerintahan dilakukan terlalu cepat tanpa sosialisasi, degradasi kearifan lokal masyarakat Aie Pacah adalah resiko yang paling memungkinkan terjadi. 

Perencanaan tata ruang kota yang berlandaskan kearifan lokal adalah bagian dari upaya mitigasi (tindakan terencana untuk mengurangi dampak bencana) terhadap ancaman bencana, seperti gempa. Konsep jalur-jalur pelarian ketika terjadi tsunami perlu direvisi kembali. Jalur-jalur yang terlalu kecil perlu pelebaran agar tidak menghambat laju masyarakat ketika ingin lari dari ancaman tsunami. Ambil contoh jalur Siteba-By Pass. Jalur ini bukan solusi ketika terjadi ancaman tsunami karena terlalu sempit. Jadi, pemanfaatan lahan ketinggian di pinggir pantai, seperti Gunung Padang adalah alternatif lain untuk menghindari bencana. 

(lebih…)

Read Full Post »


Persekongkolan

Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint ofbusiness), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian persekongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol. Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.

Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 . Dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain di sini tidak terbatas hanya pernerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyarakan bahwa tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.
(lebih…)

Read Full Post »


Dumping

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga melarang kegiaran dumping. Larangan praktik dumping ini diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan/atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyikirkan atau mernatikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 tersebut, pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan cara menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah (dumping) dari harga produksi barang, jasa, atau barang dan jasa yang sejenis dengan maksud untuk menyikirkan atau mematikan usaha pelaku usaha pesaingnya di pasar yang sama; kegiatan tersebut dengan sendirinya dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/arau persaingan usaha tidak sehat.
(lebih…)

Read Full Post »


 Manipulasi Biaya

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 me1arang pe1aku usaha untuk me1akukan kecurangan dalam rnenetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan/arau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dari ketentuan Pasal 21 ini, pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan memanipulasi biaya produksi dan biaya lain yang nantinya akan diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga barang, jasa, atau barang dan jasa yang akan dipasarkan kepada konsumen, sehingga dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha yang tidak sehat atau merugikan masyarakat. Penjelasan Pasa121 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa indikasi biaya yang dimanipulasi terlihat dari harga yang lebih rendah dari harga seharusnya. Kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya ini bukan saja melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tetapi juga melanggar peraturan perundangundangan yang berlaku lainnya.
(lebih…)

Read Full Post »

Older Posts »