ditulis oleh: Rahmat Illahi Besri
BAB I
PENDAHULUAN
- A. Latar Belakang
Kekuasaan merupakan kuasa untuk mengurus, kuasa untuk memerintah, kemampuan, kesanggupan kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain, fungsi menciptakan dan memanfaatkan keadilan serta mencegah pelanggaran keadilan.[1] Namun didalam kekuasaan tersebut banyak disalahgunakan untuk mencari kekayaan. Sehingga banyak penguasa mencari kekayaan tersebut dengan berbagai cara termasuk menggunakan kekuasaan yang telah di amanahkan rakyat kepadanya. Banyak penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan peribadi sehinga HAM rakyat rela dikorbankan. Banyaknya kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, mafia hukum, pengelapan sehingga membutuhkan hukum pidana untuk mengatur masalah penyalahgunaan kekuasaan, dan menghindari jatuhnya korban akibat penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Secara umum, fungsi hukum acara pidana adalah untuk membatasi kekuasaan negara dalam bertindak serta melaksanakan hukum pidana materiil. Ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dimaksudkan untuk melindungi para tersangka dan terdakwa dari tindakan yang sewenang-wenang aparat penegak hukum dan pengadilan. Pada sisi lain, hukum juga memberikan kewenangan tertentu kepada negara melalui aparat penegak hukumnya untuk melakukan tindakan yang dapat mengurangi hak asasi warganya. Hukum acara pidana juga merupakan sumber kewenangan bagi aparat penegak hukum dan hakim serta pihak lain yang terlibat (penasehat hukum). Permasalah yang muncul adalah “penggunaan kewenangan yang tidak benar atau terlalu jauh oleh aparat penegak hukum”. Penyalahgunaan kewenangan dalam sistem peradilan pidana yang berdampak pada terampasnya hak-hak asasi warga negara merupakan bentuk kegagalan negara dalam mewujudkan negara hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
- Korban Penyalahgunaan Kekuasaan
Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dilakukan oleh para penguasa atau orang yang memiliki kekuasaan dapat pula meningkatkan angka statistik kejahatan yang dialami korban. Kekuasaan pemerintahan yang sewenang-wenang melanggar HAM rakyat masih banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan.
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penguasa terjadi dgn adanya kesalahan kebijakan dan kekuasaan terhadap rakyatnya. John E.E Dalberg alias Lord Acton (1834–1902), sejarahwan Inggris mengatakan, “… kekuasaan cenderung korup (jahat) dan kekuasaan mutlak paling jahat”. (“… power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”).
Pembagian korban penyalahgunaan kekuasaan ini sebagai new victimology berdasarkan “Declaration of Basic Principles of Justice” PBB di Milan, Italia pada tahun 1985. Korban ini timbul bila pejabat/penguasa dalam pelayanan terhadap masyarakat, baik sengaja atau kelalaian menyebabkan kerugian material atau immaterial dan hak asasi dari rakyat yang dilayaninya. Asas keseimbangan pelayanan hukum thd korban dan penguasa perlu dipelihara dengan baik melalui perlindungan hukum.
Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan penguasa berupa
- pelanggaran hukum (korupsi, mafia hukum, penggelapan, melakukan kejahatan) dan
- pelanggaran HAM (kekerasan thd rakyat, pengabaian hak rakyat atau pembiaran pelanggaran HAM
Tindak pemerintahan yang menyalahi hukum menimbulkan korban, maka dibutuhkan perlindungan hukum bagi rakyat. Perlindungan hukum dapat dilakukan melalui perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
Pada perlindungan hukum preventif diberikan kesempatan kepada korban untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk definitif. Perlindungan ini bertujuan mencegah terjadi perkara pidana. Perlindungan hukum represif adalah melalui peradilan umum dilakukan terhadap korban untuk memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar oleh penguasa. Misalnya pembelaan hak rakyat oleh penagak hukum.
Upaya untuk menghindarkan diri jadi korban penyalahgunaan kekuasaan dapat dilakukan melalui jalur legal (hukum) baik melalui KPK, SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM, KOMNAS HAM dan pembelaan diri secara langsung atau tidak langsung dari kemungkinan timbulnya korban dari penyalahgunaan kekuasaan.
- Kasus Mafia Hukum
Istilah mafia hukum atau juga kerap disebut mafia peradilan. ada beberapa definisi yang bisa membantu memahami mafia peradilan atau mafia hukum. Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) mendefinisikan mafia hukum sebagai perbuatan yang bersifat sistematis, konspiratif, kolektif, dan terstruktur yang dilakukan oleh aktor tertentu (aparat penegak hukum dan masyarakat pencari keadilan) untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan kekuasaan, kesalahan administrasi dan perbuatan melawan hukum yang mempengaruhi proses penegakan hukum sehingga menyebabkan rusaknya sistem hukum dan tidak terpenuhinya rasa keadilan. Sedangkan menurut buku panduan satgas pemberantasan satgas mafia hukum. Mafia Hukum: praktik menjual belikan atau menyalahgunakan kedudukan dan kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim, baik yang sifatnya terorganisir dan sistematis maupun yang tidak, yang dilakukan atas inisiatif aparat penegak hukum dan hakim atau atas bujukan pihak lain, sehingga hukum tidak ditegakkan sebagaimana mestinya.
Selain itu kita mengenal pula istilah makelar kasus (markus) yang juga populer untuk mengilustrasikan orang yang menjalankan praktik mafia hukum. Kesan yang muncul dari pengertian markus adalah praktik yang dilakukan oknum selain aparat penegak hukum yang menjanjikan dapat menjembatani (menjadi perantara) kepentingan pihak pencari keadilan dengan oknum penegak hukum yang melacurkan hukum dan keadilan dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang diwakilinya. Apa yang terlihat dalam kasus kriminalisasi pimpinan KPK dan penyuapan jaksa Urip Tri Gunawan oleh Arthalyta Suryani merupakan fenomena mafia hukum yang berwujud markus. Namun pemahaman itu seakan menegasikan fakta bahwa yang kerap menjadi perantara bahkan pelaku dalam praktik mafia hukum adalah aparat penegak hukum sendiri yang bertugas atau tidak sedang bertugas dalam penanganan perkara.
Tidak semua pihak sepakat dengan definisi-definisi yang ada. Beberapa pengamat bahkan menganggap istilah mafia peradilan untuk menggambarkan fenomena yang ada tidaklah tepat. Memang secara umum, praktik mafia hukum atau mafia peradilan yang dipahami publik tidak hanya praktik yang menjurus pada praktik mafia pada umumnya, begitu terorganisir dan sistematis. Walau banyak praktik mafia hukum yang memang terorganisir atau setidaknya sistematis dimana para pelaku, baik calo perkara yang berasal dari aparat penegak hukum atau hakim sendiri maupun pihak ketiga (non penegak hukum/hakim), memiliki jaringan kerja, hubungan dan komunikasi yang intensif dan erat serta siap ‘mengamankan’ perkara yang muncul bagi banyak pihak mafia hukum juga termasuk segala bentuk praktik dimana aparat penegak hukum dan hakim menjualbelikan atau menyalahgunakan kedudukan dan kewenangan yang mereka miliki, baik atas inisiatif sendiri maupun atas bujukan/dorongan pihak lain, sehingga hukum tidak ditegakkan sebagaimana mestinya.
Praktik Mafia Hukum terjadi di sepanjang proses penegakan hukum, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan sampai dengan proses di lembaga pemasyarakatan
Sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki banyak celah hukum yang melibatkan polisi, jaksa, dan hakim sehingga rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, adanya Surat Edaran Mahkamah Agung No 9/1976 membuat hakim tidak bertanggung jawab atas segala kesalahan dalam pelaksanaan tugas resmi mereka. para hakim dan jaksa dapat mengabaikan bukti apa pun yang ditemukan selama proses peradilan. Hakim dapat mengecualikan bukti yang mendukung terdakwa selama persidangan dan kemudian membuat terdakwa bersalah.
- Modus Mafia Hukum
Untuk memahami akar masalah mafia hukum serta mengembangkan model penanganan yang tepat, maka perlu diketahui terlebih dahulu modus-modus yang kerap dilakukan oleh para pelaku mafia hukum tersebut. Upaya untuk memahami modus mafia hukum tidak mudah mengingat berbagai tindakan mafia hukum dilakukan secara tersembunyi, tertutup dan cenderung saling melindungi. Beberapa modus yang berhasil digali memberikan gambaran bahwa kegiatan mafia hukum ini terjadi di berbagai lapisan/tahapan penegakan hukum, bahkan dari sebelum adanya perkara. Bagian ini akan mengelaborasi secara umum modus operandi mafia hukum yang kerap terjadi, baik sebelum ada perkara, dalam tahap pra penyelidikan, penyelidikan dan penyidikan, tahap pra penuntutan dan penuntutan, tahan pemeriksaan perkara di persidangan dan pemutusan perkara, tahap eksekusi putusan serta tahap di lembaga pemasyarakatan. Elaborasi secara rinci modus operandi di setiap tahapan ini dapat dilihat di bagian lampiran.
- Sebalum ada perkara
Jauh sebelum ada perkara, calo perkara, advokat, pengusaha dan pihak lain berusaha membangun hubungan erat dengan polisi, jaksa, hakim serta pegawai di institusi kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dengan cara memberi hadiah, fasilitas, bahkan tunjangan bulanan, dengan harapan adanya balas budi saat mereka membutuhkan bantuan
- Tahap Pra Penyelidikan dan Penyelidikan
Dengan membayar sejumlah uang atau jika pelapor adalah orang kuat, sengketa perdata yang semestinya diselesaikan di pengadilan dapat dilaporkan ke kepolisian (dijadikan kasus pidana) untuk menakut-nakuti pihak lawan.
- Tahap Penyidikan
Aparat kepolisian atau kejaksaan meminta uang pada pelapor agar tersangka tidak ditahap atau memberikan penangguhan penahanan atau tidak perpanjangan masa penahanannya.
- Tahap Pra Penuntutan dan Penuntutan
Modus yang tidak jarang dilakukan oleh oknum jaksa pada tahap pra penuntutan adalah menyatakan BAP belum lengkap serta berulang kali mengembalikan BAP kepada penyidik, sampai pada akhirnya perkara tersebut tidak berlanjut kemudian Modus mafia hukum yang umum dipergunakan adalah tawar menawar pasal yang akan didakwakan.
- Tahap Persidangan dan Pemutusan Perkara
Saat menjelang musyawarah hakim dan pembacaan putusan merupakan titik yang rawan dimana pihak berperkara/ advokat/ calo berusaha menawarkan imbalan agar hakim memutus perkara sesuai dengan harapan mereka atau hakim meminta uang untuk memenangkan perkara salah satu pihak
- Tahap Eksekusi Putusan
Persoalan eksekusi dari putusan merupakan persoalan tersendiri. Walaupun hakim telah memenangkan perkara seseorang, tanpa memberikan sejumlah uang kepada petugas, maka proses eksekusi putusan dapat diterlantarkan atau juru sita tidak ditunjuk hingga proses eksekusi tidak dapat dilakukan. Jurusita dapat memeras pihak tersita, dengan imbalan penundaan eksekusi atau penggelapan barang yang akan dieksekusi.
- Tahap Pemasyarakatan
Praktik yang umum terjadi adalah petugas Pemasyarakatan menawarkan berbagai fasilitas kepada tahanan/napi dengan meminta imbalan atau melakukan pungutan liar atau memeras keluarga tahanan/napi untuk mendapatkan hakhaknya
- Korban di dalam kasus mafia hukum
korban dalam kasus mafia hukum kerap disebut sebagai automatic teller machine (ATM)-nya polisi dan jaksa. Dimana modus lain yang kerap dilakukan adalah penyidik kepolisian atau kejaksaan melakukan pemanggilan seseorang tanpa menjelaskan statusnya atau mengancam akan mengubah status orang yang dipanggil dari “saksi” atau “terperiksa” menjadi tersangka jika tidak memberikan sejumlah uang. Penyidik dapat pula mengulur-ulur waktu proses pemeriksaan dengan maksud untuk melakukan negosiasi apakah perkara akan dilanjutkan atau dihentikan. Atau, cara lain yang mirip adalah dengan menggantungkan status seorang tersangka. Seseorang dapat dijadikan tersangka untuk waktu yang tidak ditentukan. Selama statusnya masih menjadi tersangka, oknum kepolisian dan kejaksaan dapat terus memeras orang tersebut dengan ancaman jika uang tidak diberikan maka kasusnya akan diteruskan dan yang bersangkutan akan menjadi terdakwa dan diproses ke pengadilan.
Permasalahannya, dalam konteks a hukum di kepolisian dan kejaksaan, kondisinya berbeda. Umumnya praktek mafia hukum di kepolisian dan kejaksaan dilakukan atas dasar saling menguntungkan, terutama dalam kasus-kasus dimana tidak ada korban langsung (individual) dari masyarakat, misalnya kasus perjudian, narkoba, korupsi, illegal logging, dan seterusnya. Jika pelaku tindak pidana judi,narkoba, korupsi atau dapat bernegosiasi dengan kepolisian atau kejaksaan, maka besar kemungkinan kasus tersebut akan “selesai”
Rasa keadilan yang seharusnya di dapatkan korban telah hilang di dalam proses persidangan, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan pelanggaran HAM di dalam diri korbannya.
- Akar masalah dari mafia hukum
ada beberapa akar masalah yang mendorong suburnya praktik mafia hukum, yakni:
- Kepemimpinan
- (leadership) di lembaga penegak hukum yang lemah;
- System manajemen SDM yang kurang baik –termasuk sistem rekrutmen, mutasi, promosi dan evaluasi kinerja aparat penegak hukum dan hakim; terbatasnya anggaran lembaga penegak hukum untuk menjalankan fungsinya secara efektif;
- gaji dan tunjangan aparat penegak hukum dan hakim yang relatif kurang memadai;
- kelemahan system pengawasan, baik eksternal maupun internal serta sanksi bagi pelanggar yang tidak tegas;
- kelemahan dalam standard operation procedur (SOP), termasuk di dalamnya SOP yang masih memberikan diskresi yang terlalu besar tanpa sistem checks and balances serta akuntabilitas yang memadai, tidak adanya/tidak dijalankankan standar minimum waktu pelayanan, dan seterusnya;
- minimnya akses informasi bagi publik dan pencari keadilan; dan kelemahan dalam Undang-undang dan peraturanpendukung lain untuk mencegah dan memberantas mafia hukum.
BAB IV
PENUTUP
- KESIMPULAN
- Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dilakukan oleh para penguasa atau orang yang memiliki kekuasaan dapat pula meningkatkan angka statistik kejahatan yang dialami korban. Kekuasaan pemerintahan yang sewenang-wenang melanggar HAM rakyat masih banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan.
- Pembagian korban penyalahgunaan kekuasaan ini sebagai new victimology berdasarkan “Declaration of Basic Principles of Justice” PBB di Milan, Italia pada tahun 1985. Korban ini timbul bila pejabat/penguasa dalam pelayanan terhadap masyarakat, baik sengaja atau kelalaian menyebabkan kerugian material atau immaterial dan hak asasi dari rakyat yang dilayaninya. Asas keseimbangan pelayanan hukum thd korban dan penguasa perlu dipelihara dengan baik melalui perlindungan hukum.
- kekuasaan yang dilakukan penguasa berupa
- pelanggaran hukum (korupsi, mafia hukum, penggelapan, melakukan kejahatan) dan
- pelanggaran HAM (kekerasan thd rakyat, pengabaian hak rakyat atau pembiaran pelanggaran HAM
- Mafia Hukum: praktik menjual belikan atau menyalahgunakan kedudukan dan kewenangan yang dimiliki aparat penegak hukum dan hakim, baik yang sifatnya terorganisir dan sistematis maupun yang tidak, yang dilakukan atas inisiatif aparat penegak hukum dan hakim atau atas bujukan pihak lain, sehingga hukum tidak ditegakkan sebagaimana mestinya
[1] Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Tim media. Jakarta: Media senter. Hal 362
thankssssss
sangat menunjang penyelesaian tugas2ku
makasih…
terima kasih kk 🙂
ya dek..
penyalahgunaan wewenang (detournement de povouir) sedangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan keduanya memiliki perbedaan. makalah ini berjudul penyalagunaan wewenang tapi yang dibahas adalah abuse of power.maaf jika saya keliru.
Reblogged this on diksyzeamorta.
kalo boleh tau apa referensinya terimakasih
gan, ane juga dapet tugas untuk buat essay tentang penyalahggunaan wewengang menggunakan irisan HAM, boleh tau gan, referensi egan apa aja?
thanks kak, sangat membantu